Tokoh Pemikir Teori Fungsionalisme
Tokoh-tokoh Pemikir Teori Fungsionalisme
Teori fungsionalisme ini adalah teori di dalam
sosiologi yang memandang masyarakat sebagai bagian dari struktur sosial yang
memiliki fungsi masing-masing dan memiliki hubungan saling terkait antara satu
individu dengan individu yang lainnya. Ruang lingkup teori ini sangatlah luas
yaitu meliputi ranah agama, kebudayaan, politik, keluarga dan yang lainnya.
Banyak sekali tokoh pemikir yang mengemukakan pendapatnya terkait dengan teori fungsionalisme ini. Diantaranya adalah salah satu pencetus sosiologi modern berkebangsaan Prancis, Emile Durkheim, yang berpendapat bahwa sistem dalam masyarakat dengan bagian-bagiannya yang sangat kompleks dapat terhubung satu dengan yang lainnya dengan adanya saling ketergantungan dan saling pengaruh memengaruhi satu sama lain dengan tujuan untuk memberikan kestabilan dalam masyarakat (1893). [1] Kestabilan di dalam masyarakat dapat terwujud apabila dalam masyarakat tersebut ada sejumlah nilai, norma, hukum, moral, agama, keyakinan, adat, dan ritual yang mampu menjadi alat kontrol sosial di masyarakat itu sendiri. Tanpa adanya alat kontrol sosial tersebut, masyarakat akan mengalami ketidakstabilan sebagai dampak dari tidak berfungsinya bagian-bagian di dalam masyarakat. Durkheim berpendapat bahwa fungsioanalisme dalam suatu sistem sosial yang bekerja sama dengan sistem organik.Terbentuknya masyarakat karena adanya struktur-struktur atau aturan kebudayaan yaitu keyakinan dan praktek, para sosiolog berpandangan bahwa setiap jalan berpikir dan bertindak yang sudah matang dalam masyarakat yaitu dimana masyarakat disosialisasikan dan disebut di institusionalisasikan. Maksud dari institusi-institusi dalam masyarakat yaitu bentuk tatanan keluarga, pendidikan, politik, tananan keagamaan, dan lainnya adalah analogi dengan komponen organisme.[2]
Banyak sekali tokoh pemikir yang mengemukakan pendapatnya terkait dengan teori fungsionalisme ini. Diantaranya adalah salah satu pencetus sosiologi modern berkebangsaan Prancis, Emile Durkheim, yang berpendapat bahwa sistem dalam masyarakat dengan bagian-bagiannya yang sangat kompleks dapat terhubung satu dengan yang lainnya dengan adanya saling ketergantungan dan saling pengaruh memengaruhi satu sama lain dengan tujuan untuk memberikan kestabilan dalam masyarakat (1893). [1] Kestabilan di dalam masyarakat dapat terwujud apabila dalam masyarakat tersebut ada sejumlah nilai, norma, hukum, moral, agama, keyakinan, adat, dan ritual yang mampu menjadi alat kontrol sosial di masyarakat itu sendiri. Tanpa adanya alat kontrol sosial tersebut, masyarakat akan mengalami ketidakstabilan sebagai dampak dari tidak berfungsinya bagian-bagian di dalam masyarakat. Durkheim berpendapat bahwa fungsioanalisme dalam suatu sistem sosial yang bekerja sama dengan sistem organik.Terbentuknya masyarakat karena adanya struktur-struktur atau aturan kebudayaan yaitu keyakinan dan praktek, para sosiolog berpandangan bahwa setiap jalan berpikir dan bertindak yang sudah matang dalam masyarakat yaitu dimana masyarakat disosialisasikan dan disebut di institusionalisasikan. Maksud dari institusi-institusi dalam masyarakat yaitu bentuk tatanan keluarga, pendidikan, politik, tananan keagamaan, dan lainnya adalah analogi dengan komponen organisme.[2]
Tokoh lain seperti Alfred Radcliffe-Brown (1881-1955)
mempunyai pendapat yang hampir serupa. Ia berpendapat bahwa fungsionalisme
adalah berbagai aktivitas masyarakat yang dilakukan secara berulang-ulang dan
terus menerus di dalam kehidupannya secara keseluruhan (1951).[3]
Oleh karena itu keterlibatan aktivitas tersebut menimbulkan kestabilan di dalam
masyarakat dan hal tersebut terjadi secara berulang dan terus menerus.
Seorang filsuf Inggris, Herbert Spencer (1820-1903),
mempunyai pendapat lain bahwa masyarakat diibaratkan seperti halnya tubuh
manusia. Ada berbagai macam organ yang ada di tubuh manusia yang memiliki
fungsi masing-masing. Namun bekerja bersama untuk tetap menjaga seluruh tubuh
dapat bekerja secara maksimal (1898).[4]
Apabila di realisasikan, bagian-bagian di dalam masyarakat ini dapat disebut
sebagai institusi sosial, atau bentuk keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan yang
hanya fokus dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosialnya, seperti misalnya
pemerintahan, pendidikan, keluarga, ekonomi, kesehatan, dan agama.
Tokoh yang membahas mengenai fungsionalisme
selanjutnya adalah Talcott Parsons. Karena Talcott Parsons menjadi pengembang
dalam teori fungsionalisme maka pendapatnya tidak jauh berbeda dengan pendapat
tokoh sebelumnya seperti, Herbert Spencer, yaitu masyarakat memiliki kemiripan
dengan tubuh manusia, dimana setiap bagian-bagian organnya memiliki fungsi dan
tugas masing-masing untuk menciptakan kestabilan dalam tubuh. Lebih jauh lagi
fungsi dari setiap bagian tersebut bergerak secara terus-menerus untuk mencari
titik keseimbangan dan keharmonisan antara setiap bagian tersebut.[5]
Apabila bagian dari salah satu masyarakat bergerak maka akan diikuti oleh
bagian yang lain. Tetapi tetap pada kaidah pertama bahwa masyarakat akan
bergerak secara konstan, teratur, harmoni. Dalam kajian selanjutnya Parsons
menguraikan mengenai perbedaan masyarakat modern dan masyarakat tradisional.
Menurutnya masyarakat modern lebih cenderung memiliki hubungan yang netral
dalam arti tidak terlalu individualis dan tidak terlalu sosialis. Masyarakat
modern juga lebih berorientasi kepada norma yang bersifat universal. Masyarakat
modern juga memiliki persaingan yang ketat antara setiap individunya. Sistem
kelembagaan dalam masyarakkat modern juga lebih jelas dalam proses
perumusannya. Berbeda dengan masyarakat tradisional yang cenderung bersifat
kolektif dan komunal. Tidak ada persaingan yang begitu berarti dalam mendaat
prestasi di masyarakat tradisional. Norma yang berlaku juga memiliki lingkup
kecil. Sistem kelembagaan pula tidak terumuskan secara jelas.
Dalam pendapat lain, Robert Merton (1910-2003)
menguraikan bahwa dari fungsi-fungsi dari masyarakat lahir dari proses sosial
yang terjadi di masyarakat. Fungsi nyata di masyarakat adalah konsekuensi
tersendiri sebagai hasil dari proses sosial. Sehingga ada beberapa fungsi yang
dapat dicari di masyarakat dan ada pula yang diantisipasi oleh masyarakat.[6]
Sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang tidak nampak sebagai hasil dari
sebuah proses sosial. Misalnya dalam ranah pendidikan, fungsi sesungguhnya
(manifes) seseorang masuk dalam dunia pendidikan adalah untuk mendapatkan
pengetahuan, mempersiapkan diri sebelum terjun dalam dunia kerja dan yang
lain-lainnya. Fungsi sebagai hasil dari proses sosial selanjutnya adalah fungsi
laten (yang ada dibalik suatu kejadian atau suatu hal yang tersembunyi). Fungsi
tersebut dapat memberikan keuntungan, kerugian, atau bahkan tidak memberikan
dampak apapun kepada pelaku. Misalnya kita ambil dari ranah pendidikan diatas.
Kami ambil terlebih dahulu dari sisi keuntungannya terlebih dahulu, apabila
seorang individu masuk kedalam dunia pendidikan tidak terasa individu tersebut
akan mendapatkan teman yang dapat memberikan keuntungan bagi kita. Tidak hanya
teman, individu tersebut juga dapat mengembangkan potensi dirinya ke dalam
ekstrakurikuler di dalam sekolahnya, padahal fungsi utama dari sekolah bukanlah
untuk ikut ekstrakurikuler, akan tetapi untuk mendapatkan pengetahuan. Jika
hasil dari proses sosial memberikan dampak buruk terhadap seseorang maka
contohnya akan berbeda, misalnya dampak individu masuk ke dalam dunia
pendidikan adalah mendapatkan suatu hal yang tidak terduga seperti nilai yang
jelek, dikeluarkan dari sekolah dan yang lainnya.
Seorang antropolog berkebangsaan Austria, Branislaw Malinowski menjelaskan pengertian fungsionalisme dengan kebudayaan sebagai
kajian utamanya. Malinowski melihat fungsi kebudayaan sebagai keseluruhan yang
memenuhi segala kebutuhan hidup manusia.[7]
Argumennya ini dikuatkan dengan beberapa asumsi dasar dari teori fungsionalisme
tentang kebudayaan diantaranya adalah :
1. Kebudayaan sebagai instrumen utntuk
memecahkan segala permasalahan kehidupan manusia.
2. Kebudayaan adalah sistem dari
objek-objek, aktivitas-aktivitas, dan sikap dimana setiap bagiannya memiiki
arti untuk keseluruhannya.
3.
Setiap elemen dari kebudayaan saling
bergantung.
4.
Setiap elemen dari kebudayaan memiliki
fungsi dan tugas yang vital.
5.
Kebudayaan bersifata dinamis.
Menurut malinowski manusia dalam
bertindak selalu memiliki dorongan yang kuat untuk melakukan tindakannya
tersebut. Tetapi dorongan manusia masih perlu mengalami pengolahan. Berbeda
dengan hewan yang menggunakan dorongan tersebut tanpa mengolahnya terlebih
dahulu. Misalnya mengenai hubungan seksual, hewan akan langsung melakukan
hubungan tersebut dengan siapapun dan kapanpun tanpa berpikir panjang,
sedangkan manusia lebih memikirkan dan mengolah terlebih dahulu dorongan seks
dalam dirinya tersebut dengan melihat hukum, norma, moral, nilai dan dampak
yang akan terjadi. Berikut merupakan bagan yang menunjukan bagaimana dorongan
pada manusia dapat menyebabkan manusia cenderung bertingkah laku untuk mencapai
kepuasan hidupnya.
Dorongan
|
Tindakan
|
Kepuasan
|
Keinginan Bernafas
|
Menghirup udara
|
Lega
|
Lapar
|
Makan
|
kenyang
|
Dahaga
|
Minum
|
Lega
|
Nafsu sex
|
Konjugasi
|
Puas
|
Hilangkan Penat
|
Aktivitas
|
Puas
|
Menurut Malinowski kebudayaan merupakan
respon manusia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya seperti tabel
dibawah ini :
NO
|
Kebutuhan Dasar
|
Respon Budaya
|
1
|
Metabolisme
|
Memasak makanan untuk dimakan.
|
2
|
Reproduksi
|
Mengatur relasi dengan lawan jenis.
|
3
|
Kenyamanan Tubuh
|
Memakai kipas angiin ketika cuaca
panas.
|
4
|
Keselamatan
|
Membuat lembaga keamanan.
|
5
|
Gerakan
|
Bekerjasama dengan orang lain.
|
6
|
Pertumbuhan
|
Terus berlatih.
|
7
|
Kesehatan
|
Mandi setiap hari.
|
Emile Durkheim
Alfred Radcilff-Brown
Herbert Spencer
Talcott Parsons
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/4/45/Talcott_Parsons_%28photo%29.jpg
Robert Merton
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/0/08/Robert_K_Merton.jpg
Bronislaw Malinowski
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/f/f6/Bronislawmalinowski.jpg
Terimakasih
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/4/45/Talcott_Parsons_%28photo%29.jpg
Robert Merton
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/0/08/Robert_K_Merton.jpg
Bronislaw Malinowski
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/f/f6/Bronislawmalinowski.jpg
Terimakasih
*Kritik dan Saran silahkan mengisi dikolom komentar.
[1]
Openstax.Sociology 2e.Openstax. 24
April 2015 <https://cnx.org/content/col11762/latest/>.hlm 15
[2]
Pip Jones.Pengantar Teori-teori Sosial
Dari Teori Fungsionalisme hingga Post Modernisme.Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.2010.hlm 53
[3]
Openstax.Sociology 2e.Openstax. 24
April 2015. <https://cnx.org/content/col11762/latest/>.hlm 15
[4]
Openstax.Sociology 2e.Openstax. 24
April 2015. <https://cnx.org/content/col11762/latest/>.hlm 15
[5]
Mansour Fakih.Runtuhnya Teori Pembangunan
dan Globalisasi.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.2013.hlm 51
[6]
Openstax.Sociology 2e.Openstax. 24 April
2015. <https://cnx.org/content/col11762/latest/>.hlm 15
[7]
Moh Soehada.Fakta Dan Tanda Agama : Suatu
Tinjauan Sosio-Antropologi.Yogyakarta:Diandra Pustaka Indonesia.2014.hlm 49
kelinci99
BalasHapusTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino