Sikap dan Tindakan Sosial Terhadap Pembangunan Bandara NYIA




Sikap dan Tindakan Sosial Terhadap Pembangunan Bandara Kulonprogo Kajian Max Weber

Beberapa waktu yang lalu Yogyakarta disibukkan dengan pembebasan lahan yang merupakan serangkaian proses dari pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulonprogo. Pembangunan bandara tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas jumlah pengguna mode transportasi penerbangan. Hal ini disebabkan karena Bandara Adisutjipto yang sebelumnya merupakan satu-satunya bandara internasional di Yogyakarta ini sudah tidak mampu menampung penumpang dalam jumlah besar. Selain itu jumlah tempat parkir pesawat yang dimiliki Bandara Adisutjipto hanya ada 7, sehingga pesawat yang akan mendarat terpaksa harus mengantri dan berputar-putar terlebih dahulu di udara. Alasan lain yang menguatkan pembangunan Bandara NYIA ialah digunakannya Bandara Adisutjipto sebagai pusat penerbangan TNI, buka hanya Angkatan Udara, sehingga frekuensi penerbangan yang dilakukan terbilang cukup tinggi. Dengan melihat kondisi tersebut pemerintah kemudian menerbitkan Ijin Penetapan Lokasi Bandara NYIA di Temon, Kulonprogo, DIY. Pembangunan ini tentu dilakukan dengan persiapan dan kajian dalam berbagai bidang terlebih dahulu. Dengan mengkaji amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dari segi ekonomi, budaya dan sosial.[1]

Namun dalam proses pembangunannya, Bandara NYIA banyak menuai Pro dan Kontra dari masyarakat. Ada beberapa masyarakat yang mendukung pembangunan tersebut, namun ada pula yang menolak pembangunan tersebut. Alasan penolakannya pun sangat beragam, beberapa warga menolak karena rumah yang mereka tempati merupakan ruman warisan dan sudah mereka tempati selama bertahun-tahun sehingga mereka tetap bersikukuh untuk mempertahankan rumah dan tanah mereka.[2] Ada pula warga yang menolak pembangunan bandara tersebut dengan alasan tempat relokasi yang masih belum seratus persen dapat ditempati dengan berbagai fasilitas sosial dan umum.[3] Alasan lainnya ialah karena lahan yang akan digunakan sebagai bandara tersebut merupakan lahan tempat mereka mengais rezeki setiap harinya. Lahan tersebutlah yang menjadi tumpuan hidup dari warga tersebut.[4] Perbedaan kepentingan tersebut kemudian menimbulkan paradoks diantara masyarakat dan PT Angkasa Pura I selaku pemrakarsa pembangunan Bandara NYIA. Namun tidak hanya masyarakat yang memiliki argumen terkait pembangunan tersebut. Beberapa mahasiswa juga mempunyai gagasan yang beragam untuk menolak dan mendukung pembangunan Bandara NYIA. Berbeda dengan masyarakat sekitar, alasan mereka cukup beragam dan berbeda-beda. Ada yang setuju pembangunan tersebut dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri, untuk memajukan perekonomian Kulonprogo khusunya dan DIY pada umumnya, adanya perundingan yang telah disepakati, dan karena memang Bandara Adisutjipto merupakan Bandara yang masih terikat hubungan dengan militer. Alasan penolaka dari mahasiswa juga sangat beragam diantaranya ialah karena pembangunan tersebut melanggar hak asasi manusia dengan mengambil kesejahteraan mereka, dan adanya proses pembangunannya ada unsur pemaksaan.

Dari berbagai alasan tersebut kemudian memunculkan beberapa sikap dan tindakan dari setiap mahasiswa. Ada beberapa mahasiswa yang ingin membela masyarakat Kulonprogo yang terkena dampak pembangunan dengan terjuun membantu mereka dalam hal perekonomian mereka. Ada yang ingin menyumbangkan tenaga mereka untuk bersikukuh membantu mempertahankan tanah dan lahan milik warga. Beberapa memiliki inisiatif untuk mencari tahu kondisi dan segala serba serbi mengenai pembangunan bandara dengan mengunjungi langsung ke lokasi pembangunan Bandara NYIA. Beberapa juga memiliki rasa empati terhadap kondisi yang sedang dialami oleh masyarakat Kulonprogo yang terkena dampak pembangunan. Dari beberapa sikap dan tindakan tersebut kemudian nantinya akan dikaitkan dengan teori Max Weber dan beberapa ayat Al Quran mengenai tindakan sosial. Dalam teori Max Weber tindakan manusia pada dasarnya mampu dibedakan menjadi empat jenis diantaranya yang pertama tindakan tujuan rasional, yaitu tindakan yang didasarkan pada rasionalitas untuk mencapai tujuan. Kedua tindakan rasional nilai, yaitu tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai yang telah ada dengan menggunakan rasionalitas. Ketiga tindakan afektif, yaitu tindakan yang timbul karena adanya dorongan dalam diri seseorang yang bersifat emosional. Keempat tindakan tradisional, yaitu tindakan yang telah mengakar pada tradisi dan budaya masyarakat sekitar.[5]

Berdasarkan jenis tindakan yang telah dikemukakan oleh Max Weber mengenai tujuan rasional memang dapat dikatakan sesuai dengan beberapa sikap mahasiswa terhadap pembangunan Bandara NYIA. Yang pertama, tindakan yang dilakukan berupa penolakan terhadap pembangunan bandara dengan tetap membantu mempertahankan lahan warga bukan semata-mata tindakan kosong tanpa tujuan. Dalam hal ini mahasiswa memiliki ambisi untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak pembangunan bandara tersebut. Memang benar warga diberi uang ganti rugi akan tetapi lahan sebagai satu-satunya tempat mencari rezeki bagi warga mutlak harus dipertahankan karena tanpa lahan tersebut mereka harus mencari tempat baru dan harus memulainya dari nol kembali. Ada pula beberapa warga yang beranggapan bahwa kesuburan tanah di daerah tersebut harus tetap dijaga. Kesuburan tanah di daerah tersebut seharusnya bersih dari segala hal yang dapat menganggu ekosistem di sekitar lahan dan produktifitas lahan bagi masyarakat sekitar. Terlebih lagi dengan datangnya beberapa bencana akhir-akhir ini semakin menguatkan argumen masyarakat dan mahasiswa mengenai dampak negatif yang akan timbul dari pembangunan bandara nantinya.

Kedua, mahasiswa menilai proses pembebasan lahan tersebut tidak manusiawi dan melanggar hak masyarakat. Beberapa dari beberapa sumber berita dan mahasiswa yang ikut serta menjadi relawan di daerah pembangunan tersebut melihat bahwa beberapa warga yang menolak mengalami pemaksaan dalam pelaksanaan pembebasan lahan tersebut. Merasa nilai-nilai kemanusiaan hilang, kemudian mahasiswa terdorong untuk melakukan tindakan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak dari pembangunan tersebut. Memang apabila kita bandingkan dengan pendapat lain dari pihak pembangunan bandara tentu akan berbeda karena sebagian masyarakat sudahh mendapatkan ganti rugi dan berkenan untuk meninggalkan rumah dan lahannya.

Ketiga, rasa empati terhadap kondisi warga terkena dampak pembangunan bandara menjadi hal yang meatarbelakangi beberapa mahasiswa untuk ikut melakukan beberapa aksi solidaritas berupa pengumpulan dana bantuan yang nantinya akan diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak pembangunan bandara. Ikut terjun ke lokasi untuk membantu, melihat, dan merasakan secara langsung apa yang telah dialami oleh masyarakat. Didalam Al Quran terdapat salah satu ayat yang dapat dijadikan rujukan untuk menguraikan mengenai tindakan dan kepedulian sosial terhadap sesama. Al Quran Surat Al Israa ayat 26 yang artinya : “ Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”.



[1] Yanuar H.Alasan Yogyakarta Harus Memiliki Bandara Baru.dalam http://news.liputan6.com/read/ 2259493/alasan-yogyakarta-harus-miliki-bandara-baru.diakses pada 14 Desember 2017
[2] Hasan Sakri.Cerita Warga Kulonprogo Yang Menolak Setelah Pintu dan Jendela Rumahnya Dicongkel Paksa.dalam http://www.tribunnews.com/regional/2017/11/27/cerita-warga-kulonprogo-yang-menolak-bandara-setelah-pintu-dan-jendela-rumahnya-dicongkel-paksa. diakses pada 14 Desember 2017
[3] Yanuar H.Alasan Warga Enggan Kosongkan Lahan Di Lokasi Bandara Kulonprogo.dalam http://regional.liputan6.com/read/3106946/alasan-warga-enggan-kosongkan-lahan-di-lokasi-bandara-kulon-progo. diakses pada 14 Desember 2017
[4] Bhekti Suryani.400 Hektare Lahan Bandara Sudah Bersih.dalam http://www.solopos.com/2017/10 /23/bandara-kulonprogo-400-hektare-lahan-bandara-sudah-bersih-862462. diakses pada 14 Desember 2017
[5] Boedhi Oetoyo, dkk.Teori Sosiologi Klasik.Tangerang Selatan:Universitas Terbuka.2014.hlm 828-830

Komentar

Translate